Friday, February 3, 2012

Where Do I Come From


pulau Kei. source: google

"There are only two lasting bequests we can give our children - one is roots, and the other, wings."  - Hodding S. Carter

Saya sedang penasaran untuk mengetahui akar saya. “Akar” salam hal ini adalah darimana saya berasal. Dan apa yang membuat saya menyenangi apa yang saya lakukan sekarang.

Seorang teman pernah berkata bahwa, jangan-jangan siapa kita yang sekarang ini memang adalah semacam “representasi” dari nenek moyang kita turun temurun. Misalnya jika dulu nenek moyang kamu adalah raja-raja, berarti itu pasti ada hubungannya dengan apa yang kamu kerjakan sekarang. Bisa jadi kamu adalah seorang pengambil keputusan dimanapun kamu berada sekarang.

Saya percaya. Karena di dalam tubuh saya ada gen yang saya bawa turun temurun. Saya dibesarkan dengan darah Maluku yang cukup kental. Tidak banyak basa-basi. Dan selalu mengungkapkan sesuatu “straight to the point.” Ayah saya berasal dari Kei. Sebuah pulau kecil yang ada di daerah Maluku Tenggara. Pulau eksotis menurut cerita beberapa orang. Saya sendiri belum pernah pulang untuk melihatnya secara langsung di usia dewasa.

Menurut wikipedia, leluhur orang Kei berasal dari Bal (Bali), wilayah kerajaan Majapahit di kawasan Barat Nusantara. Konon dua perahu utama berlayar dari pulau Bali, masing-masing dinahkodai oleh Hala'ai Deu dan Hala'ai Jangra. Setibanya di kepulauan Kei, dua perahu ini berpisah. Perahu rombongan Jangra menepi di Desa Ler-Ohoylim, pulau Kei Besar, dan perahu rombongan Deu berlabuh untuk pertama kalinya di Desa Letvuan, Pulau Kei Kecil.
Kami juga punya bahasa Kei. Saya ingat sejak kecil ayah selalu memakai bahasa ini dengan tante saya ketika mereka sedang mengobrol. Mengenai bahasa, ini bisa dibaca lebih lanjut di wikipedia.
Sama halnya dengan ibu. Kakek saya juga asli Kei. Dan nenek saya berasal dari kisar. Sebuah kepulauan tak kalah eksotik lainnya dengan nama lain yaitu Yotowawa. 

*baju adat Kisar

Saya sendiri tidak punya pengalaman lahiriah dengan kakek dan nenek saya dari kedua orang tua. Karena ketika saya lahir mereka semua sudah meninggal dunia.
Kakek dari ibu saya akhirnya menikah lagi dengan seorang perempuan Jawa bernama asli Sutiyem, yang di kemudian hari saya kenal dengan nama “Oma Jawa” atau biasa dipanggil juga “Ibu Jawa.”
Oma Jawa, sehari-hari masih sering berbahasa Jawa. Ketika saya kecil, beliau masih suka berkebaya lengkap dengan jarik juga konde untuk beraktivitas. Karena saya sering dititipkan di Oma Jawa, saya besar dengan cerita-cerita perang yang biasanya sering beliau ceritakan.
Ketika menulis ini, saya sendiri masih penasaran ingin tahu lebih jelas tentang “family tree” baik dari pihak keluarga ayah maupun ibu. Dan bercita-cita suatu hari nanti saya sendiri bisa pulang ke Kei dan mengenal lebih detail “roots” saya.
Mengenal “roots” akan menjadikan saya pohon yang kuat. Tumbuh tanpa malu. Dan percaya bahwa akar-lah yang menopang.

2 comments:

  1. saya belum pernah ke kei sih (cm srg dgr dr cerita papa mama aja) , tapi udah sering ke romang dan kisar (maklum si papa org romang).. itu pulau2nya cantik2 banget loh kak..

    ReplyDelete
  2. Saya TK dan SD klas 1 di Saumlaki.. Dilanjutkan klas 1 - 6 di Tual.. Nice place.. The beach especially.. Pantai pasir panjang, tradisi mkn dgn 'bakar batu' yg ga pnh ada di jakarta sini.. Cita2 someday pulang melihat tanah kelahiran di ternate dan pulau masa kecil di Maluku Tenggara..

    ReplyDelete

Featured Post

Sebuah Catatan Tidak Kreatif Tentang Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai

Cara-cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai, adalah sebuah buku yang sedang kamu tunggu. Ia lahir sebentar lagi, tepat di 16 A...